LEGENDA MAHABHARATA
Mahabharata
(Sansekerta: महाभारत) adalah sebuah karya
sastra kuno yang konon ditulis oleh Begawan Byasa atau Vyasa dari India. Buku
ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan Astadasaparwa (asta = 8,
dasa = 10, parwa = kitab). Namun, ada pula yang meyakini bahwa kisah ini
sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula
terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum Masehi.
Secara
singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan
saudara sepupu mereka sang seratus Korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan
tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di medan Kurusetra
dan pertempuran berlangsung selama delapan belas hari.
Ringkasan cerita
Latar belakang
Mahabharata
merupakan kisah kilas balik yang dituturkan oleh Resi Wesampayana untuk Maharaja Janamejaya yang gagal mengadakan
upacara korban ular. Sesuai dengan permohonan Janamejaya, kisah tersebut
merupakan kisah raja-raja besar yang berada di garis keturunan Maharaja Yayati, Bharata, dan Kuru, yang tak lain
merupakan kakek moyang Maharaja Janamejaya. Kemudian Kuru
menurunkan raja-raja Hastinapura yang menjadi tokoh utama
Mahabharata. Mereka adalah Santanu,
Chitrāngada, Wicitrawirya, Dretarastra, Pandu, Yudistira, Parikesit dan Janamejaya.
Para Raja India Kuno
Mahabharata
banyak memunculkan nama raja-raja besar pada zaman India Kuno seperti Bharata, Kuru, Parikesit (Parikshita),
dan Janamejaya. Mahabharata
merupakan kisah besar keturunan Bharata, dan Bharata adalah salah satu raja
yang menurunkan tokoh-tokoh utama dalam Mahabharata.
Kisah
Sang Bharata
diawali dengan pertemuan Raja Duswanta
dengan Sakuntala. Raja Duswanta
adalah seorang raja besar dari Chandrawangsa keturunan Yayati, menikahi Sakuntala dari
pertapaan Bagawan Kanwa, kemudian menurunkan Sang Bharata, raja legendaris.
Sang Bharata lalu menaklukkan daratan India Kuno. Setelah ditaklukkan, wilayah
kekuasaanya disebut Bharatawarsha
yang berarti wilayah kekuasaan Maharaja Bharata (konon meliputi Asia Selatan)[2]. Sang Bharata
menurunkan Sang Hasti, yang kemudian mendirikan sebuah pusat pemerintahan
bernama Hastinapura. Sang Hasti
menurunkan Para Raja Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang Kuru, yang menguasai dan
menyucikan sebuah daerah luas yang disebut Kurukshetra (terletak di
negara bagian Haryana, India Utara). Sang Kuru menurunkan Dinasti Kuru atau Wangsa Kaurawa. Dalam
Dinasti tersebut, lahirlah Pratipa, yang menjadi ayah Prabu Santanu, leluhur Pandawa dan Korawa.
Kerabat
Wangsa Kaurawa (Dinasti Kuru) adalah Wangsa Yadawa, karena kedua Wangsa
tersebut berasal dari leluhur yang sama, yakni Maharaja Yayati, seorang kesatria dari Wangsa
Chandra atau Dinasti Soma, keturunan Sang Pururawa. Dalam silsilah
Wangsa Yadawa, lahirlah Prabu Basudewa,
Raja di Kerajaan
Surasena, yang kemudian berputera Sang Kresna, yang mendirikan Kerajaan Dwaraka. Sang
Kresna dari Wangsa Yadawa bersaudara sepupu dengan Pandawa dan Korawa dari Wangsa Kaurawa.
Prabu Santanu dan keturunannya
Prabu
Santanu adalah seorang raja
mahsyur dari garis keturunan Sang Kuru, berasal dari Hastinapura. Ia menikah
dengan Dewi Gangga yang dikutuk
agar turun ke dunia, namun Dewi Gangga meninggalkannya karena Sang Prabu
melanggar janji pernikahan. Hubungan Sang Prabu dengan Dewi Gangga sempat
membuahkan anak yang diberi nama Dewabrata
atau Bisma. Setelah ditinggal
Dewi Gangga, akhirnya Prabu Santanu menjadi duda. Beberapa tahun kemudian,
Prabu Santanu melanjutkan kehidupan berumah tangga dengan menikahi Dewi Satyawati, puteri nelayan.
Dari hubungannya, Sang Prabu berputera Sang Citrānggada dan Wicitrawirya. Citrānggada
wafat di usia muda dalam suatu pertempuran, kemudian ia digantikan oleh adiknya
yaitu Wicitrawirya. Wicitrawirya juga wafat di usia muda dan belum sempat
memiliki keturunan. Atas bantuan Resi Byasa, kedua istri Wicitrawirya, yaitu Ambika dan Ambalika, melahirkan
masing-masing seorang putera, nama mereka Pandu (dari Ambalika) dan Dretarastra (dari Ambika).
Dretarastra terlahir buta,
maka tahta Hastinapura
diserahkan kepada Pandu, adiknya. Pandu
menikahi Kunti kemudian Pandu menikah
untuk yang kedua kalinya dengan Madrim,namun
akibat kesalahan Pandu pada saat memanah seekor kijang yang sedang kasmaran,
maka kijang tersebut mengeluarkan (Supata=Kutukan) bahwa Pandu tidak akan
merasakan lagi hubungan suami istri, dan bila dilakukannya, maka Pandu akan
mengalami ajal. Kijang tersebut kemudian mati dengan berubah menjadi wujud
aslinya yaitu seorang pendeta. Kemudian karena mengalami kejadian buruk seperti
itu, Pandu lalu mengajak kedua istrinya untuk bermohon kepada Hyang Maha Kuasa
agar dapat diberikan anak. Lalu Batara guru mengirimkan Batara Dharma untuk
membuahi Dewi Kunti sehingga lahir anak yang pertama yaitu Yudistira Kemudian
Batara Guru mengutus Batara Indra untuk membuahi Dewi Kunti shingga lahirlah
Harjuna, lalu Batara Bayu dikirim juga untuk membuahi Dewi Kunti sehingga
lahirlah Bima, dan yang terakhir, Batara Aswin dikirimkan untuk membuahi Dewi
Madrim, dan lahirlah Nakula dan Sadewa – Kelima putera Pandu tersebut dikenal
sebagai Pandawa. Dretarastra yang
buta menikahi Gandari, dan memiliki
seratus orang putera dan seorang puteri yang dikenal dengan istilah Korawa. Pandu dan Dretarastra memiliki
saudara bungsu bernama Widura.
Widura memiliki seorang anak bernama Sanjaya,
yang memiliki mata batin agar mampu melihat masa lalu, masa sekarang, dan masa
depan.
Keluarga
Dretarastra, Pandu, dan Widura membangun jalan cerita
Mahabharata.
Pandawa dan Korawa
Pandawa dan Korawa merupakan dua kelompok dengan
sifat yang berbeda namun berasal dari leluhur yang sama, yakni Kuru dan Bharata. Korawa (khususnya Duryodana) bersifat licik
dan selalu iri hati dengan kelebihan Pandawa, sedangkan Pandawa bersifat tenang
dan selalu bersabar ketika ditindas oleh sepupu mereka. Ayah para Korawa, yaitu
Dretarastra, sangat
menyayangi putera-puteranya. Hal itu membuat ia sering dihasut oleh iparnya
yaitu Sangkuni, beserta putera
kesayangannya yaitu Duryodana,
agar mau mengizinkannya melakukan rencana jahat menyingkirkan para Pandawa.
Pada
suatu ketika, Duryodana mengundang Kunti dan para Pandawa untuk liburan. Di
sana mereka menginap di sebuah rumah yang sudah disediakan oleh Duryodana. Pada
malam hari, rumah itu dibakar. Namun para Pandawa diselamatkan oleh Bima
sehingga mereka tidak terbakar hidup-hidup dalam rumah tersebut. Usai
menyelamatkan diri, Pandawa dan Kunti masuk hutan. Di hutan tersebut Bima
bertemu dengan rakshasa Hidimba dan membunuhnya,
lalu menikahi adiknya, yaitu rakshasi Hidimbi. Dari pernikahan
tersebut, lahirlah Gatotkaca.
Setelah
melewati hutan rimba, Pandawa
melewati Kerajaan
Panchala. Di sana tersiar kabar bahwa Raja Drupada menyelenggarakan sayembara memperebutkan
Dewi Dropadi. Karna mengikuti sayembara tersebut, tetapi
ditolak oleh Dropadi. Pandawa pun turut serta menghadiri sayembara itu, namun
mereka berpakaian seperti kaum brahmana.
Arjuna mewakili para
Pandawa untuk memenangkan sayembara dan ia berhasil melakukannya. Setelah itu
perkelahian terjadi karena para hadirin menggerutu sebab kaum brahmana tidak
selayaknya mengikuti sayembara. Pandawa berkelahi kemudian meloloskan diri.
sesampainya di rumah, mereka berkata kepada ibunya bahwa mereka datang membawa
hasil meminta-minta. Ibu mereka pun menyuruh agar hasil tersebut dibagi rata
untuk seluruh saudaranya. Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat bahwa
anak-anaknya tidak hanya membawa hasil meminta-minta, namun juga seorang
wanita. Tak pelak lagi, Dropadi
menikahi kelima Pandawa.
Permainan Dadu
Dursasana yang berwatak
kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi,
namun kain tersebut terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat
kekuatan gaib dari Sri Kresna
Agar
tidak terjadi pertempuran sengit, Kerajaan Kuru dibagi dua
untuk dibagi kepada Pandawa
dan Korawa. Korawa memerintah
Kerajaan Kuru induk (pusat) dengan ibukota Hastinapura, sementara
Pandawa memerintah Kerajaan Kurujanggala dengan ibukota Indraprastha. Baik
Hastinapura maupun Indraprastha memiliki istana megah, dan di sanalah Duryodana tercebur ke dalam
kolam yang ia kira sebagai lantai, sehingga dirinya menjadi bahan ejekan bagi Dropadi. Hal tersebut
membuatnya bertambah marah kepada para Pandawa.
Untuk
merebut kekayaan dan kerajaan Yudistira
secara perlahan namun pasti, Duryodana
mengundang Yudistira untuk main dadu dengan taruhan harta dan kerajaan.
Yudistira yang gemar main dadu tidak menolak undangan tersebut dan bersedia
datang ke Hastinapura dengan harapan
dapat merebut harta dan istana milik Duryodana. Pada saat permainan dadu,
Duryodana diwakili oleh Sangkuni
yang memiliki kesaktian untuk berbuat curang. Satu persatu kekayaan Yudistira
jatuh ke tangan Duryodana, termasuk saudara dan istrinya sendiri. Dalam
peristiwa tersebut, pakaian Dropadi
berusaha ditarik oleh Dursasana
karena sudah menjadi harta Duryodana sejak Yudistira kalah main dadu, namun
usaha tersebut tidak berhasil berkat pertolongan gaib dari Sri Kresna. Karena istrinya dihina, Bima
bersumpah akan membunuh Dursasana dan meminum darahnya kelak. Setelah
mengucapkan sumpah tersebut, Dretarastra
merasa bahwa malapetaka akan menimpa keturunannya, maka ia mengembalikan segala
harta Yudistira yang dijadikan taruhan.
Duryodana yang merasa kecewa
karena Dretarastra telah
mengembalikan semua harta yang sebenarnya akan menjadi miliknya,
menyelenggarakan permainan dadu untuk yang kedua kalinya. Kali ini, siapa yang
kalah harus menyerahkan kerajaan dan mengasingkan diri ke hutan selama 12
tahun, setelah itu hidup dalam masa penyamaran selama setahun, dan setelah itu
berhak kembali lagi ke kerajaannya. Untuk yang kedua kalinya, Yudistira mengikuti
permainan tersebut dan sekali lagi ia kalah. Karena kekalahan tersebut, Pandawa terpaksa
meninggalkan kerajaan mereka selama 12 tahun dan hidup dalam masa penyamaran
selama setahun.
Setelah
masa pengasingan habis dan sesuai dengan perjanjian yang sah, Pandawa berhak untuk
mengambil alih kembali kerajaan yang dipimpin Duryodana. Namun Duryodana bersifat jahat.
Ia tidak mau menyerahkan kerajaan kepada Pandawa, walau seluas ujung jarum pun.
Hal itu membuat kesabaran Pandawa
habis. Misi damai dilakukan oleh Sri Kresna, namun berkali-kali gagal.
Akhirnya, pertempuran tidak dapat dielakkan lagi.
Pertempuran di Kurukshetra
Pandawa
berusaha mencari sekutu dan ia mendapat bantuan pasukan dari Kerajaan Kekaya, Kerajaan Matsya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, Wangsa Yadawa, Kerajaan Dwaraka, dan masih
banyak lagi. Selain itu para ksatria besar di Bharatawarsha seperti
misalnya Drupada, Satyaki, Drestadyumna, Srikandi, Wirata, dan lain-lain ikut memihak
Pandawa. Sementara itu Duryodana
meminta Bisma untuk memimpin
pasukan Korawa sekaligus
mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Korawa dibantu oleh
Resi Drona dan putranya Aswatama, kakak ipar para
Korawa yaitu Jayadrata, serta guru Krepa, Kretawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawas, Bahlika, Sangkuni, Karna, dan masih banyak lagi.
Pertempuran
berlangsung selama 18 hari penuh. Dalam pertempuran itu, banyak ksatria yang
gugur, seperti misalnya Abimanyu,
Drona, Karna, Bisma, Gatotkaca, Irawan, Raja Wirata dan puteranya, Bhagadatta, Susharma, Sangkuni,
dan masih banyak lagi. Selama 18 hari tersebut dipenuhi oleh pertumpahan darah
dan pembantaian yang mengenaskan. Pada akhir hari kedelapan belas, hanya
sepuluh ksatria yang bertahan hidup dari pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa, Yuyutsu, Satyaki, Aswatama, Krepa dan Kretawarma.
Penerus Wangsa Kuru
Setelah
perang berakhir, Yudistira
dinobatkan sebagai Raja Hastinapura.
Setelah memerintah selama beberapa lama, ia menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, yaitu Parikesit. Kemudian,
Yudistira bersama Pandawa dan Dropadi mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan
akhir perjalanan mereka. Di sana mereka meninggal dan mencapai surga. Parikesit
memerintah Kerajaan
Kuru dengan adil dan bijaksana. Ia menikahi Madrawati dan memiliki
putera bernama Janamejaya.
Janamejaya menikahi Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera bernama
Satanika. Satanika berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta dan keturunannya
kemudian memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di Hastinapura.
No comments:
Post a Comment